Jumat, 18 Juni 2010

Our Kids on The Road- copied from Bunda Nana :)



Pertama kali diadakan di Texas tahun 2003, Ride of Silence menyebar ke banyak negara, jadi seremoni tahunan yag diselenggarakan untuk mengenang para pesepeda yang tewas atau terluka di jalan raya. Melalui Ride of Silence, pesepeda memohon kepedulian para pengendara wahana bermotor agar sudi berbagi jalan & menjaga keselamatan bersama.

Petang ini, Ride of Silence diadakan pertama kali di Jakarta, di Bundaran HI. Baru beberapa hari lalu seorang laki2 muda berumur 27 tahun tewas. Sebuah mobil box melaju kencang dari arah berlawanan, hanya karena terburu nafsu menyalip kendaraan di depannya.

Lilin akan dinyalakan untuk Adi Nagara, dan banyak lagi yg sudah mendahuluinya menemui naas di jalan raya...

***




Ini anak2 saya. Anak2 kita, yang setiap hari bersepeda pulang-pergi sekolah. Umur mereka antara 12-18 tahun... umur yg "susah". Mereka "susah" diberitau, mereka "susah" dinasihati. Mereka bahkan masih "susah" mengenali diri sendiri. Tapi mereka berani. Nyali mereka luar biasa besar. Macam2 alasan mereka punya agar bisa naik sepeda... bebas, menantang angin... cepat sampai tujuan... irit ongkos transpor... tidak perlu beli bensin. Mereka kuat. Pasti. Keringat yang membasahi tubuh mereka sesudah bersepeda adalah keringat manusia muda yg sehat.

Dengan bersepeda, mereka gladi mental. Apa sih... yg namanya sepeda, di jalan raya kota besar? Pengendaranya pun nyaris hanya jadi warga negara kelas 3, di jalan raya. Kereta angin mereka, yg ringan itu, apalah artinya dibanding begitu banyaknya kendaraan besar bagai panzer. Belum tentu pula di sekolah masing2 mereka mendapat sekadar lahan untuk menyandarkan sepeda. Mereka tidak bisa parkir di mall, tempat yg sudah identik dengan gaya hidup mereka -- plang tanda larangan membawa anjing atau hewan peliharaan ke mall disatukan dengan tanda tidak bisa parkir sepeda.

Beberapa bahkan masih mendapat cibiran dari teman2 di sekolah. Beberapa... harus merelakan sepeda tercinta penyok diseruduk & ditinggal lari tanpa ada pertanggungjawaban.

Mereka masih sangat muda. Susah2 gampang mendampingi mereka, susah2 gampang memahami gejolak dalam diri mereka. Tapi mereka punya niat, dan selama niat itu baik, tidak merugikan siapa2, malah membantu agar lingkungan yg kita tinggali bersama ini terasa sedikit lega... rasanya hanya bagaimana agar mereka bisa diberi jalan...

... agar selamat sampai tujuan.

***




Tidak semua manusia berbakat jadi manusia yg punya mata di kaki. Saya termasuk di antaranya. Dengan sepasang mata biasa saja saya masih suka meleng, dan kaki yg buta ini pun harus keserimpet entah apa. Naik sepeda cuma berani dekat2 saja. Saya takut kena seruduk metromini atau motor ugal2an... saya lebih takut bila harus membahayakan pihak lain. Sudah saya niatkan untuk, di sepanjang hayat ini, tidak usah tau bagaimana caranya nyetir mobil. Jalan kaki saja, atau naik sepeda bila tidak harus jauh2 amat.

Saya pikir, alangkah nyamannya jalan raya kita apabila semua penakut seperti saya ini tidak perlu memaksa diri nyetir sendiri. Kendaraan bermotor di Jakarta ini pasti berkurang. Atau.. kalo itu gak mungkin, yah... kenapa tidak belajar nyetir dengan sebaik-baiknya? Semua orang mau cepat sampai di tujuan masing2, tapi jalan raya bukan rumah nenek moyang sendiri. Tidak akan ada orang meleng nyeberang jalan, tidak ada kendaraan bermotor salip-menyalip kalo gak perlu2 amat, tidak usah ada yg kena sambar, kena serempet, terseruduk, kena hantam... hanya karena ogah berbagi.

Semua tertib. Saling menghormati, saling menjaga.

Berbagi jalan... pasti bukan hal yg merepotkan, sebetulnya. Jakarta memang sempit, orang tolak pinggang saja sudah bikin ribet. Apalagi sepeda. Tapi... mau ke mana kita jika soal bagi2 tempat di jalan umum saja makin hari makin ribut? Apa jadinya kita bila makin banyak orang memilih untuk selalu lebih kencang, lebih jagoan, lebih perkasa... seruduk sana seruduk sini, potong sini-situ... di jalan milik bersama?

Lalu di mana jatah anak2 kita ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar